Pemerintah mengkaji revisi aturan tentang periode jabatan kepala daerah dalam Undang-undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam perundangan itu, kepala daerah tidak boleh menjabat lebih dari 2 kali berturut-turut.
Namun ada kasus dimana kepala daerah yang tidak boleh secara konstitusi mencalonkan diri lagi karena periode jabatan, kembali bersaing dalam Pemilukada dengan menyiasati pasal tersebut.
Hal ini seperti yang terjadi dalam kasus Pemilukada Surabaya dimana walikota yang tidak boleh mencalonkan diri lagi sebagai walikota karena ditetapkan Mahkamah Konstitusi sudah menjalani 2 periode, kembali mencalonkan diri untuk kursi wakil walikota.
SYAMSUL ARIF RIVAI Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri usai berbicara di Rapimnas Dekopin, Rabu (14/07) mengatakan kasus Pemilukada di Surabaya jadi gunjingan di kalangan Kemendagri. Bahkan Mendagri, kata SYAMSUL mengatakan kasus Surabaya ini membuat Kemendagri harus melakukan kajian untuk merevisi UU Pemerintahan Daerah.
“Bagaimana jika setelah terpilih, 2 bulan kemudian kepala daerahnya mundur? Dalam perundangan, secara otomatis maka wakil kepala daerahnya menjabat. Artinya, dia bisa menjabat 3 kali berturut-turut. Ini yang dikhawatirkan,” kata dia.
Dalam kajian itu juga dibahas tentang calon kepala daerah yang dipilih tidak berpasangan. Diberitakan sebelumnya, Kemendagri mengkaji wakil kepala daerah merupakan jabatan karir yang pejabatnya dipilih oleh kepala daerah terpilih.
Ini karena dalam beberapa kasus dijumpai peran wakil kepala daerah yang terpilih menimbulkan masalah. Saat pemilihan, wakil kepala daerah selain membantu pelaksanaan tugas kepala daerah, juga punya peran memperluas basis dukungan politis, sehingga kedudukan kepala dan wakil kepala daerah saat itu sama.
Namun saat terpilih, UU menentukan wakil kepala daerah bertanggungjawab kepada kepala daerah. Ini berimplikasi pada tidak seimbangnya kedudukan kepala dan wakil kepada daerah setelah terpilih(...)