Namun, entah kenapa, kereta api di Madura ditutup oleh pemerintah. Bisa dipastikan karena merugi terus. Hukum dagang berlaku, bukan? Kalau untung, buat apa PT Kereta Api (Persero) menutup jalur KA di Madura, bukan?
Sudah lama saya penasaran dengan jalur kereta api di Madura. Maka, tiap kali jalan-jalan ke sana saya selalu menengok bekas rel di pinggir jalan raya. Wah, ternyata rel peninggalan Hindia Belanda itu masih bagus. Orang Madura rupanya tidak tega menjadikan logam superkuat itu sebagai besi tua meskipun kalau dijual bisa mahal sekali.
"Dari dulu juga rel ini nganggur, ya, kami biarkan saja. Ini kan milik pemerintah," ujar Siti Fatimah di kawasan Bangkalan. Rumahnya persis berhadapan dengan bekas rel kereta api trans-Madura.
"Maaf, boleh tahu, apa tidak ada orang yang merusak atau memotong besi dari rel itu?"
"Wah, nggak berani. Kalau ketahuan kan bisa dihukum. Itu kan barang milik pemerintah. Masa, dipotong sembarangan."
Begitulah. Kendati sudah menganggur sekitar 40 tahun, masyarakat Madura masih memelihara 'rel tidur' itu dengan baik. Mereka tidak menganggapnya sebagai besi tua yang siap dijual ke Surabaya atau kota-kota lain. Omong punya omong, sahabat-sahabat Madura ini ternyata masih punya harapan.
Suatu saat, entah kapan, kereta api kembali beroperasi di pulau garam itu. Apalagi, sekarang ini jembatan Surabaya-Madura sedang dikerjakan. Lha, kalau jembatan kelar, akan lebih afdal kalau ada angkutan kereta api. Bukankah rel sudah ada, jalurnya oke, tinggal memperbaiki saja?
Menurut Bambang Haryadjie, bekas wartawan Jawa Pos era Kembang Jepun [sebelum 1983], jalur kereta api lintas Madura tempo doeloe cukup ramai meki tidak seheboh di Jawa. Turun dari feri di Dermaga Kamal, kereta api siap mengangkut masyarakat ke berbagai tempat di Madura. Kebetulan saja zaman dulu angkutan darat [bus, mobil pribadi, colt, sepeda motor] belum banyak. Warga pun mengandalkan kereta api sebagai sarana transportasi.
"Tapi suasananya berubah sejak mobil-mobil buatan Jepang menyerbu Indonesia. Kalau nggak salah sekitar pelaksanaan PON [Pekan Olahraga Nasional] di Surabaya, 1969," kata Bambang yang mengaku beberapa kali naik kereta api di Madura.
Masuknya mobil-mobil buatan Jepang juga sekaligus mengakhiri angkutan kereta api dalam kota Surabaya alias trem.
Mengutip Soerabaia Tempo Doeloe karya Dukut Imam Widodo [Radar Surabaya, 22 Mei 2001], tempo doeloe Surabaya dikenal sebagai kota trem. Diresmikan pada 1886, Oost Java Stroomtram bikin jalur trem Surabaya-Sepanjang melalui Gunungsari, Kebun Binatang, Jalan Diponegoro, Pasarkembang, Jalan Semarang, lantas Pasarturi. Tapi, itu tadi, serbuan mobil-mobil Jepang yang jauh lebih murah ketimbang kendaraan buatan Eropa kontan mengubah sistem transportasi di Jawa, bahkan Indonesia.
"Sayang, karena sistem transportasi massal di Surabaya dan sekitarnya sebetulnya sudah tertata bagus sejak Hindia Belanda. Belakangan rusak karena pemerintah tidak punya beleid di bidang transportasi massal yang aman dan murah," papar Bambang Harryadjie yang fasih beberapa bahasa asing itu.
Kembali ke 'rel tidur' di Madura. Apakah PT Kereta Api masih punya niat untuk menghidupkan lagi jalur kereta api di Pulau Madura? Saya tanyakan ini ke Sudarsono, juru cakap PT KA Daerah Operasi VIII Surabaya. "Kenapa tidak?" kata Sudarsono.
Hanya saja, semuanya dikembalikan kepada masyarakat Madura serta empat bupati yang ada di Madura. Perlu tidak punya sarana angkutan berbasis rel. "Kami sih siap beroperasi lagi di Madura," tegas Sudarsono.
Yah, sayang juga kalau rel sepanjang Pulau Madura dibiarkan 'tidur' selama 40 tahun lebih. Untung tidak dijadikan besi tua.(Lambertus H ).